Upaya Hukum Pasca Putusan Perkara Pidana


Upaya Hukum Pasca Putusan Perkara Pidana

Upaya Hukum Pasca Putusan Perkara Pidana

Vonis atau putusan akhir dari hakim adalah akhir dari penantian bagi terdakwa. Sebab vonis akan menentukan bagaimana selanjutnya yang akan terjadi pada dirinya. Namun, tidak semua vonis diterima oleh para pihak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana (KUHAP), terdapat 3 macam vonis, antara lain :

  1. Vonis atau Putusan Bebas
  2. Vonis atau Putusan Lepas
  3. Vonis Pemidanaan

Diantara Ketiga vonis tersebut, jika vonis yang dijatuhkan adalah vonis pemidanaan, maka ada 2 hal yang akan terjadi, yaitu :

  1. Apabila kedua belah pihak menerima (terdakawa dan penuntut umum ) hasil putusan tersebut, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan terdakwa akan langsung menjalani hukumannya
  2. Apabila salah satu pihak tidak menerima hasil putusan dari majelis hakim, maka dapat mengajukan upaya hukum.

Upaya Hukum

Pasal 1 angka 12 KUHAP menyebutkan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Adapun jenis upaya hukum terbagi atas 2 yaitu :

  1. Upaya Hukum biasa yang terdiri atas banding dan kasasi
  1. Banding

Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 292) menyatakan bahwa jika Pasal 233 ayat (1) jo. Pasal 67 KUHAP dihubungkan dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) dapat dimintakan banding ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau penuntut umum dengan beberapa pengecualian. Artinya banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama.

  1. Kasasi

Upaya hukum kasasi diatur dalam Pasal 244-258 KUHAP. Pasal 244 KUHAP jo. Putusan MK No. 114/PUU-X/2012 mengatur terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan:

  • apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
  • apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
  • apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

Andi Hamzah masih dalam buku yang sama (hal. 298) menyatakan tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.

 

  1. Upaya hukum luar biasa yang terdiri atas pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali
  1. Pemerikasaan tingkat Kasasi demi kepentingan Hukum

Andi Hamzah dalam bukunya (hal. 303) menyatakan sebagai upaya hukum luar biasa, kasasi demi kepentingan hukum ialah untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan. Kasasi demi kepentingan hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukum biasa yang dapat dipakai.

Pasal 259 ayat (1) KUHAP menjelaskan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum berlaku terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, yang dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.

Menurut ketentuan KUHAP, kasasi demi kepentingan hukum pada dasarnya hanya bisa diajukan oleh jaksa agung kepada Mahkamah Agung yang diajukan secara tertulis melalui panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.Kemudian, panitera menyampaikan salinan risalah kepada yang berkepentingan.Setelah itu, ketua pengadilan negeri yang bersangkutan segera meneruskannya kepada Mahkamah Agung.

Kasasi demi kepentingan hukum diajukan apabila putusan pengadilan negeri terdapat:

  • suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, tidak sebagaimana mestinya;
  • apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
  • pengadilan melampaui wewenangnya.

Jika Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi demi kepentingan hukum, selanjutnya Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah, dengan demikian terjawablah keraguan atau hal yang dipermasalahkan itu.

  1. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (herziening)

Upaya hukum peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (herziening) diatur dalam Pasal 263-269 KUHAP.

Ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

  • apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
  • apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
  • apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
  • apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
  1. putusan bebas
  2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
  3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
  4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Patut dicatat, pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.