Ultimum Remedium (Sanksi Pidana Sebagai Pamungkas/Terakhir)
Ultimum Remedium (Sanksi Pidana Sebagai Pamungkas/Terakhir)
Ultimum Remedium adalah istilah hukum yangb bisa dipakai dan diartikan sebagai penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum.
Ultimum remedium merupakan salah satu asas dalam hukum pidana di indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir penegakan hukum
Asas Ultimum remedium bermakna bahwa apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negoisasi, mediasi, perdata, atau hukum administrasi) hendaklah jalur lain tersebut terlebih dahulu dilakukan.
Perkataan ultimum remedium ini pertama kali dipergunakan oleh Menteri Kehakiman Belanda yaitu Mr. Modderman dalam menjawab pertanyaan Mr. Mackay seorang parlemen Belanda mengenai dasar hukum perlunya suatu penjatuhan hukuman bagi seseorang yang telah melakukan suatu pelanggaran hukum. Atas pertanyaan tersebut Modderman menyatakan: “… bahwa yang dapat dihukum itu pertama-tama adalah pelanggaran-pelanggaran hukum. Ini merupakan suatu condition sine qua non (syarat yang tidak boleh tidak ada). Kedua, yang dapat dihukum itu adalah pelanggaranpelanggaran hukum yang menurut pengalaman tidaklah dapat ditiadakan dengan cara-cara lain. Hukuman itu hendaknya merupakan suatu upaya terakhir (ultimum remedium). Memang terhadap setiap ancaman pidana ada keberatannya. Setiap orang yang berpikiran sehat akan mengerti hal tersebut tanpa penjelasan lebih lanjut. Ini tidak berarti bahwa ancaman pidana akan ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian ancaman pidana benarbenar menjadi upaya penyembuh serta harus menjaga jangan sampai membuat penyakitnya menjadi lebih parah (Syahrin dalam Machmud, 2012: 264)
Sebagai hukum yang tidak mempunyai norma sendiri, yang normanya sudah diatur oleh bidang hukum lain, seperti perdata, dan lain sebagainya (Elrick, 1995: 223). Van de Bunt mengemukakan bahwa hukum pidana sebagai ultimum remedium memiliki tiga makna, yaitu:
- Penerapan hukum pidana hanya terhadap orang yang melanggar hukum secara etis sangat berat.
- Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena sanksi hukum pidana lebih berat dan lebih keras daripada sanksi bidang hukum lain, bahkan sering membawa dampak sampingan, maka hendaknya diterapkan jika sanksi bidang hukum lain tidak mampu menyelesaikan masalah pelanggaran hukum (obat terakhir).
- Hukum pidana sebagai ultimum remedium karena pejabat administrasilah yang lebih dulu mengetahui terjadinya pelanggaran. Jadi merekalah yang diprioritaskan untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan daripada penegak hukum pidana.