Tindak Pidana Pemilu
Tindak Pidana Pemilu
- Definisi Pemilu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Pasal 1
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan umum merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar 1945 untuk melaksanakan asas kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lima tahun sekali di Negara Republik Indonesia dengan tujuan:
- Menyusun Lembaga Permusyawaratan Rakyat yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
- Memilih wakil-wakil rakyat dan Presiden dan Wakil Presiden dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan dan mengembangkan tujuan dari negara.
- Pemilihan umum adalah suatu alat melaksanakan demokrasi untuk menegakan tegaknya Pancasila dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
- Untuk menjamin kesinambungan pemerintah lima tahun dan mengisi pembangunan nasional.
- Tindak Pidana Pemilu
Tindak Pidana Pemilu dapat
dimasukkan dalam pidana khusus yaitu
pidana
pemilu dan pelanggaran baik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum.
Adapun Para Pihak yang dapat disangkakan tindak pemilu adalah :
- Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, Pemerintah).
- Peserta
Pemilihan Umum (Partai Politik, Calon DPR, DPD, DPRD, Calon
Presiden dan Wakil Presiden). - Masyarakat sebagai subjek hukum (sebagai pemilih, Tim Sukses termasuk Masyarakat yang mengajak tidak menggunakan hak suaranya).
- Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
(Pengaturan Tindak Pidana pemilu diatur dalam Pasal 488 sampai Pasal 544 di dalam Undang-undang no 7 tahun 2017 tentang pemilu)
- Bentuk Tindak Pidana Pemilu
Tindak pidana pemilu ini dibagi menjadi 2 (dua) hal yaitu pelanggaran dan kejahatan, akan tetapi undang – undang tidak mengatur secara jelas mengenai kualifikasi pelanggaran dan kejahatan, yang seharusnya undang-undang dapat mengatur lebih jelas agar lebih bisa mengetahui perbuatan yang bagaimana dikatakan pelanggaran dan perbuatan yang bagaimana disebut dengan kejahatan.
Bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemilu secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
- pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
- Pelanggaran administrasi pemilu.
- pelanggaran pidana pemilu.
Tindak Pidana Pemilu secara lengkap bisa dibaca dalam Pasal 488 sampai Pasal 554 Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
- Dilarang memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih; (Dasar hukumnya Pasal 488 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain terutang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Kepala desa dilarang yang melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan perserta pemilu; (Dasar hukumnya Pasal 490 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Setiap orang dilarang mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye pemilu;(Dasar hukumnya Pasal 491 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Setiap orang dilarang melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU; (Dasar hukumnya Pasal 492 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Pelaksana kampanye pemilu dilarang melakukan pelanggaran larangan kampanye; (Dasar hukumnya Pasal 493 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Dilarang memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu; (Dasar hukumnya Pasal 496 dan Pasal 497 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Majikan yang tidak membolehkan pekerjanya untuk memilih; (Dasar hukumnya 498 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
- Dilarang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya; (Dasar hukumnya Pasal 510 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
- Orang yang baik ancaman, baik kekerasan atau kekuasaan yang ada padanya menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu; (Dasar hukumnya Pasal 511 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
- Dilarang menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan; (Dasar hukumnya Pasal 514 Pemilu)
Berbunyi :
“Ketua KPU yang dengan sengaja menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).”
- Dilarang menjanjikan atau memberikan uang kepada Pemilih; (Dasar hukumnya Pasal 515 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”
- Dilarang memberikan suaranya lebih dari satu kali. (Dasar hukumnya Pasal 516 UU Pemilu)
Berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).”
- Sanksi
Mengenai sanksi dan lembaga yang berwenang dalam menangani perkara tindak pidana baik pelanggaran dan kejahatan di dalam tindak pidana pemilu ini juga tercantum dalam undang – undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Baik dalam kasus pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan dalam penanganan kasus kejahatan dalam tindak pidana pemilu sudah ada lembaga yang berwenang dalam menangani kasus tersebut.
Mengenai sanksi bagi pelaku tindak pidana baik pelanggaran dan tindak pidana juga sudah diatur dalam UU Pemilu, sanksi Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu diatur dalam pasal Pasal 458 ayat (12), sanksi pelanggaran administratif diatur dalam Pasal 461 ayat 6, dan sanksi tindak pidana pemilu diatur dalam Pasal 448 sampai dengan Pasal 554.
Dalam hal ini sanksi yang diberikan apabila telah melanggar aturan yang sesuai dengan UU Penyelenggara pemilu yang melanggar akan dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian tetap untuk penyelenggara pemilu.
Berbeda halnya dengan pelanggaran administrasi, pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaran pemilu. Pelanggaran administrasi ini biasanya berkaitan dengan para calon anggota legislatif yang mengikuti pemilu. Sanksi bagi pelanggar administratif dalam pemilihan umum, yaitu:
- Perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan ;
- Teguran tertulis;
- Tidak diikutkan pada tahapan dalam penyelenggaraan pemilu;
- Sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam undang –undang ini. Pengenaan sanksi bagi pelaku tindak pidana pemilu ini diatur dalam Undang- Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ada 77 Pasal mengenai tindak pidana pemilu tersebut, yaitu Pasal 448 sampai dengan Pasal 554.
Di dalam penjatuhan sanksi bagi pelaku tindak pidana pemilu di Indonesia ini akan dikenakan sanksi baik berupa denda dan juga sanksi kurungan penjara. Pasal 48 “Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/ atau Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206, Pasal 207, dan Pasal 213, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp.6.000.000,00 (enam juta
rupiah)”. 2. Pasal 490 “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
SUMBER : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
PENULIS : DESI SUSANTI, SH.,