Syarat PKPU dan Kepailitan


Syarat PKPU dan Kepailitan

Syarat PKPU dan Kepailitan

PKPU atau yang disebut sebagai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menurut pendapat Munir Fuady di mana PKPU adalah periode waktu tertentu di mana diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dalam periode tersebut baik kreditur dan debitur diberikan suatu kesepakatan musyawarah dalam cara-cara pembayaran utang-utang dengan memberikan rencana perdamaian pada seluruh atau sebagian dari utang itu termasuk juga dalam merestrukturisasi utang tersebut.

Pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 222 ayat (2) bahwa Debitur tidak dapat atau memperkirakan dalam dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka dapat memohon PKPU dengan maksud untuk mengajukan perdamian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

Apa Saja Persyaratan untuk Pengajuan Sidang PKPU?

Kriteria debitur yang boleh mengajukan PKPU pertama-tama dijelaskan dalam Pasal 222 ayat (2) UU PKPU.

Bunyi pasal tersebut adalah “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”.

Selain itu, terdapat pula beberapa berkas yang harus dibawa ketika pemohon ingin mengajukan penundaan pembayaran. Berikut ini apa saja persyaratan untuk pengajuan sidang PKPU beserta penjelasannya.

  1. Utang Sudah Jatuh Tempo

Pengajuan sidang untuk PKPU bisa dilakukan jika utang yang dimaksud sudah masuk waktu “jatuh tempo”. Mereka yang sudah terlambat juga bisa mengajukan permohonan penundaan jika landasannya ketidakmampuan membayar.

  1. Pemberi Pinjaman Berjenis Konkuren

Kreditor konkuren didefinisikan sebagai pemberi pinjaman yang memberikan piutang kepada debitur tanpa menggunakan jaminan. Dengan begitu, pengembalian uang didasarkan pada rasa kepercayaan dan itikad baik peminjam.

  1. Membawa Persyaratan Dokumen
  2. Ada beberapa syarat PKPU berbentuk berkas, surat permohonan bermaterai misalnya, ditandatangani debitur sekaligus kuasa hukum. Lalu, Surat Izin Penasehat Hukum, alamat dan nama kreditur beserta jumlah tagihan, neraca pembukuan, dan Keterangan Rencana Damai.

Bagaimana Prosedur Pengajuan Sidang PKPU?

Prosedur PKPU yang dimohonkan ke Ketua Pengadilan Niaga akan segera diproses untuk pelaksanaan sidang. Namun sebelum itu, pemohon yang berstatus sebagai kreditor harus datang ke pengadilan terdekat.

Berikut langkah-langkah pengajuan sidang PKPU, sebagaimana dirangkum dari Pasal 224-228 UU PKPU No. 37 Tahun 2004.



  1. Mengajukan PKPU ke pengadilan dengan membawa surat permohonan;
  2. Pemohon berstatus debitur wajib melampirkan sifat, jumlah piutang, utang debitor, dan rencana perdamaian;
  3. Pemohon berstatus kreditor, debitornya dipanggil lewat surat kilat paling lambat h-7 sidang;
  4. Pengadilan maksimal 3 hari sudah mengabulkan permohonan PKPU, kemudian menugaskan Hakim Pengawas dan pengurus harta debitur;
  5. Pengadilan akan memanggil debitur maupun kreditur lewat surat;
  6. Sidang paling lama diselenggarakan 45 hari setelah putusan PKPU sementara diputuskan;
  7. Debitur yang tak menghadiri sidang dinyatakan sebagai debitor pailit;
  8. Pengurus wajib mengumumkan putusan PKPU sementara ke Berita Negara Republik Indonesia;
  9. Dalam penundaan sementara yang sesuai ajuan debitor, harus disampaikan lewat pengumuman serupa berjangka waktu h-21 hari sidang;
  10. PKPU sementara berlaku mulai putusan tersebut sampai waktu sidang;
  11. Debitor, Hakim Pengawas, Pengurus, dan Kreditor menghadiri sidang sesuai waktu;
  12. Kreditor melalui sidang harus menentukan pemberian ataupun penolakan PKPU tetapnya;
  13. Jika diterima, penundaan tidak boleh lebih dari 270 hari setelah keputusan dilakukan;

Kepailitan

Pengertian kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan menyebutkan kepailitan adalah:

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Syarat Kepailitan

syarat kepailitan sendiri secara jelas diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan yang selengkapnya berbunyi:

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Dari bunyi pasal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa setidaknya ada dua syarat kepailitan:

  1. Ada dua atau lebih kreditur; dan
  2. Ada satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) yang tidak dibayar lunas oleh debitur. 

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan oleh Pengadilan Niaga apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa dua syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah dipenuhi.

Terkait fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, Hadi menyatakan terdapat perbedaan batasan konsep dari pembuktian sederhana tersebut. Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan hanya menyebutkan tentang fakta dua atau lebih kreditur dan fakta uang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit (hal. 124).

Masih bersumber dari buku yang sama, ada pula kelengkapan yang harus dipenuhi dalam pengajuan kepailitan sesuai dengan formulir yang disediakan oleh Pengadilan Niaga antara lain (hal. 120):

  1. Surat permohonan bermeterai dari advokat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat;
  2. Izin/kartu advokat yang dilegalisasi pada kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat;
  3. Surat kuasa khusus;
  4. Surat tanda bukti diri/KTP suami/istri yang masih berlaku (bagi debitur perorangan), akta pendirian dan tanda daftar perusahaan yang dilegalisir (bagi debitur PT), akta pendaftaran yayasan/asosiasi yang dilegalisir (bagi debitur yayasan/partner), surat pendaftaran perusahaan/bank/perusahaan efek yang dilegalisir (bagi pemohon kejaksaan/BI/Bapepam);
  5. Surat persetujuan suami/istri (bagi debitur perorangan), berita acara RUPS tentang permohonan pailit (bagi debitur PT), putusan dewan pengurus (bagi yayasan/partner);
  6. Daftar aset dan kewajiban (bagi debitur perorangan), neraca keuangan terakhir (bagi PT/yayasan/partner); dan
  7. Nama serta alamat kreditur dan debitur.