PERSANGKAAN  DALAM TEORI PEMBUKTIAN HUKUM PERDATA


PERSANGKAAN  DALAM TEORI  PEMBUKTIAN HUKUM PERDATA

PERSANGKAAN  DALAM TEORI

PEMBUKTIAN HUKUM PERDATA

 

 

PENGERTIAN

Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai persangkaan dalam teori Pembuktian Hukum Perdata, Namun sebelum membahas lebih lanjut, saya terlebih dahulu akan menjelaskan mengenai Pembuktian dalam Hukum Perdata, Berdasarkan Ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) / 164 HIR Pembuktian dalam Hukum Perdata terdiri dari Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan, Sumpah.

Berdasarkan Ketentuan Pasal 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPdt) Persangkaan Adalah Kesimpulan yang oleh Undang-Undang atau Oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum kearay suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.

 

KLASIFIKASI PERSANGKAAN

Persangkaan Terbagi Menjadi 2 (Dua) Bagian Yakni Persangkaan Berdasarkan Undang-Undang dan Persangkaan yang tidak berdasarkan Undang-Undang,

  1. Persangkaan Berdasarkan Undang-Undang

Persangkaan Berdasarkan Undang-Undang Diatur dalam Ketentuan Pasal 1916 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPERDATA), Persangkaan yang berdasarkan Undang-Undang ialah Persangkaan yang dihubungkan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Persangkaan Berdasarkan Undang-Undang Terdiri dari:

  1. Perbuatan yang dinyatakan batal oleh Undang-Undang, Karena Perbuatan itu semata-mata berdasarkan dari sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan menghindari suatu ketentuan Undang-Undang.
  2. Pernyataan Undang-Undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang dari keadaan tertentu.
  3. Kekuatan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada suatu putusan Hakim yang memperoleh hukum tetap.
  4. Kekuatan yang diberikan oleh Undang-Undang Kepada Pengakuan atau kepada sumpah salah satu pihak

Dalam Penjabaran  Point  Nomor 3 (Tiga) diatas Ketentuan suatu Putusan hakim yang telah memperoleh hukum tetap hanya mengenai pokok perkara yang bersangkutan, untuk menggunakan kekuatan itu, harus memiliki berberapa syarat :

  1. Soal yang dituntut harus sama
  2. Tuntutan harus didasarkan alasan yang sama,
  3. Dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula. (Pasal 1917).

Masih dalam Penjabaran Point Nomor 3 (Tiga) diatas, suatu putusan hakim yang telah memperoleh hukum tetap, yang menyatakan hukuman kepada seseorang yang karena suatu kejahatan atau pelanggaran dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai bukti tentang perbuatan yang telah dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. (Pasal 1918).

Berdasarkan Ketentuan Pasal 1919 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHpdt) menyatakan Bahwa “ Jika seseorang  telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke Pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti Rugi.

Dalam hal putusan hakim, setiap orang berhak untuk mengajukan bantahan akan tuntutan tersebut, selama pihak tersebut dapat membuktikan dalil yang dikemukanan oleh nya.

Kemudian Berdasarkan Ketentuan Pasal 1921 menerangkan bahwa “suatu persangkaan menurut Undang-Undang, membebaskan orang yang diuntungkan persangkaan itu dan segala pembuktian lebih lanjut, Terhadap suatu persangkaan menurut Undang-Undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila berdasarkan persangkaan itu Undang-Undang menyatakan batalnya Perbuatan-Perbuatan tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka Pengadilan, kecuali bila Unang-Undang memperoleh  pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan mengenai sumpah di hadapan Hakim.

 

 

 

  1. Persangkaan yang tidak Berdasarkan Undang-Undang

Berdasarkan Ketentuan Pasal 1922 Kitab Undang-Undang Hukum Perdara (KUHpdt) Persangkaan yang tidak berdasarkan Undang-Undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan Hakim, yang dalam hal ini tidak boleh memperhatikan persangkaan – persangkaan yang lain. Persangkaan-Persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila Undang-Undang mengizinkan Pembuktian dengan saksi-saksi, bagitu pula terhadap suatu perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan alasan-alasan adanya itikad buruk atau penipuan

 

SUMBER : KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHpdr) 

PENULIS: ADV.CHYANTYA.S.H