PERLINDUNGAN KONSUMEN


PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERLINDUNGAN KONSUMEN

  1. Pengertian
  1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Pasal 1 ayat (1)

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

  1. Pengertian Konsumen

Pasal 1 ayat (2)

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

  1. Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.

  1. Tujuan Perlindungan Konsumen

Pasal 3

  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan juga kemandirian bagi konsumen untuk melindungi diri.
  2. Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa.
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam hal memilih, menentukan dan juga menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menciptakan suatu sistem perlindungan terhadap konsumen yang mengandung suatu unsur kepastian hukum dan juga keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh suatu informasi.
  5. Menumbuhkan kesadaran bagi para pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga akan tumbuh sikap jujur dan juga bertanggungjawab dalam berusaha.
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin keberlangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
  1. Asas Perlindungan Konsumen
  1. Asas Manfaat
  2. Asas Keadilan
  3. Asas Keseimbangan
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan
  5. Asas Kepastian Hukum

Hukum perlindungan konsumen sendiri didasari oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

  1. Definisi Tindak Pidana Konsumen

Tindak pidana konsumen adalah tindakan produsen atau pelaku usaha yang menimbulkan kerugian kepada konsumen dan atau menggangu pembangunan perekonomian secara umum, dalam tingkat kompleksitas tertentu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.

  1. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat memperoleh perlindungan adalah: Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33.

  1. Bentuk Tindak Pidana Konsumen

Bentuk-bentuk tindak pidana terhadap konsumen, yaitu pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar; menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan; penjualan dilakukan melalui cara obral atau lelang, mengelabui/menyesatkan konsumen; membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian.

  1. Sanksi  dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan 3 sistem pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar. 3 sistem sanksi yang dimaksud berupa sanksi perdata, administrasi, dan juga pidana.

  1. Sanksi Perdata

Sanksi perdata berupa pemberian ganti rugi oleh perusahaan kepada konsumen terhadap kerugian yang diderita konsumen dari transaksi yang sudah terjadi. Bentuk sanksi perdata bisa berupa pengembalian uang, penggantian barang, perawatan kesehatan, dan pemberian santun-an.

Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu atau jangka waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemenuhan ganti rugi berdasarkan sanksi perdata tidak menggugurkan sanksi pidana.

  1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dikenakan kepada perusahaan yang tidak memenuhi tuntutan sanksi perdata. Sanksi administrasi ini berupa penetapan denda maksimal Rp. 200.000.000 melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Sanksi ini dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar pasal 19 ayat 2 dan ayat 3, pasal 20, pasal 25, dan pasal 26 UUPK.

  1. Sanksi Pidana

Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran tindak pidana berupa hukuman kurungan penjara. Bentuk sanksi pidana ada 2 jenis yaitu:

  1. Penjara 2 tahun atau denda sebesar Rp. 500.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
  • pasal 11,
  • pasal 12,
  • pasal 13 ayat 1,
  • pasal 14,
  • pasal 16,
  • pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f UUPK.
  1. Penjara 5 tahun atau denda Rp. 2.000.000.000 terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Yang sebagaimana diatur dalam
  • pasal 8,
  • pasal 9,
  • pasal 10,
  • pasal 13 ayat 2,
  • pasal 15,
  • pasal 17 ayat 1 huruf a, b, c, e, ayat 2,
  • pasal 18 UUPK

Terhadap sanksi pidana diatas dapat dijatuhkan hukuman tambahan. Seperti perampasan barang tertentu,

  1. pengumuman keputusan kehakiman,
  2. pembayaran ganti rugi,
  3. perintah penghentian suatu kegiatan tertentu yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi konsumen,
  4. kewajiban penarikan barang dari peredaran,
  5. dan pencabutan izin usaha.
  1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (VIII)

Pasal 31

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan

bertanggung jawab kepada Presiden

  1. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan

Pasal 47

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan

terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

  1. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 48

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45

  1. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bab XI)

Pasal 49

Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdaganganrepublik Indonesia Nomor : 350/Mpp/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia.

Pasal 1

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya dalam Keputusan ini disebut BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara Pelaku Usaha dan Konsumen.

Tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsurnen (BPSK) diatur pada Pasal 52 UUPK jo. SK. Menperindag Nomor350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, yaitu:

  1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase;
  2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  4. Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK);
  5. Menerima pengaduan tertulis maupun tidak dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
  6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen;
  9. Meminta bantuan kepada penyidik untuk menghadirkan saksi, saksi ahli, atau setiap orang pada butir g dan butir h yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);
  10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan
  11. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak konsumen
  12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)

 

SUMBER : Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

 

PENULIS : ADV. CHYNTYA, S.H.