PENYELESAIAN SENGKETA SECARA MEDIASI


PENYELESAIAN SENGKETA SECARA MEDIASI

PENYELESAIAN SENGKETA SECARA MEDIASI

 

APA YANG  DIMAKSUD  DENGAN  MEDIASI? APAKAH WALAUPUN SENGKETA TERSEBUT SUDAH DIDAFTARKAN KE PENGADILAN, KEDUA BELAH PIHAK MASIH BISA MENYELESAIKAN SENGKETA MELALUI MEDIASI?, APA PERBEDAAN MEDIASI YANG DILAKUKAN OLEH KEDUA BELAH PIHAK YANG BERSANGKUTAN YANG DISAKSIKAN OLEH MEDIATOR DILUAR PENGADILAN, DENGAN MEDIASI YANG DILAKUKAN DI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN?  

Dalam hukum upaya senyelesaian sengketa, terbagi menjadi dua bagian yakni Penyelesaian Sengketa secara Litigasi dan Non Litigasi, yang mana penyelesaian sengketa secara Non-litigasi dapat diartikan sebagai suatu penyelesaian sengketa melalui pengadilan, sedangkan Non litigasi dapat diartikan sebagai penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Namun dalam Hukum, sebelum terjadinya penyelesaian sengketa secara Litigasi, Alangkah Lebih baik diselesaikan terlebih dahulu, dengan penyelesaikan sengketa secara Non Litigasi, karena Penyelesaian sengketa secara Litigasi  merupakan Upaya terakhir bagi pencari keadilan untuk mencari keadilan bagi mereka yang merasa dirugikan oleh suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

Penyelesaian sengketa secara Non-litigasi (Penyelesaian sengketa diluar Pengadilan) terbagi menjadi beberapa bagian yakni, Abritrase, Mediasi, Konsolidasi, Konsultasi, Negosiasi. Namun kali ini saya hanya akan membahas mengenai Mediasi yang mana dalam kekentuan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Mediasi Adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

 

DASAR HUKUM

Demi memberikan kepastian hukum pagi para pencari keadilan secara Non-litigasi pemerintah membuat suatu regulasi Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini  diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia.Yang tertuang dalam dalam Penjelasan:

  1. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan”.
  2. Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Menerangkan Bahwa, “Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute Resolution) adalah  lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur  yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli.”
  3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

 

PEMBAGIAN MEDIASI

Namun ada yang harus diingat dan digaris bawahi bahwa Mediasi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yakni:

  1. Mediasi di luar pengadilan

Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN).

  1. Mediasi yang terjadi di dalam pengadilan

Mediasi di dalam pengadilan diatur dalam Ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

 

PERBEDAAN MEDIASI DILUAR PENGADILAN DAN DI DALAM PENGADILAN

MEDIASI DILUAR PENGADILAN

Mediasi diluar pengadilan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Termaktub dalam Pasal 6 berbunyi:

  1. Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikad baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.
  2. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas hari) dan hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis.
  3. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.
  4. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
  5. Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi sudah harus dapat dimulai.
  6. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.
  7. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
  8. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
  9. Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.

 

MEDIASI DI DALAM PENGADILAN

Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa penyelesaian sengketa secara Litigasi merupakan Upaya terakhir bagi para pencari keadilan Apabila upaya penyelesian sengketa diluar mediasi gagal atau tidak ada titik temu. Atas dasar tesebut walaupun penyelesaian sengketa secara litigasi pun tetap melakukan medisi, hanya saja mediasi tersebut dilakukan di pengadilan pada saat persidangan Mediasi yang terjadi didalam pengadilan diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

 

Pada saat sidang Pertama Majelis Hakim akan melakukan mediasi terlebih dahulu untuk kedua belah pihak yang bersengketa, mediasi tersebut dipimpin oleh 1 Hakim Mediasi yang memiliki sertifikat sebagai Hakim mediator. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan yang menerangkan bahwa:

“Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

 

Hakim yang menjadi hakim Mediator Harus Memiliki Serifikat sebagai Hakim Mediator yang mana diatur dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (3)  Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 1 Tahun 2006  Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan yang Menerangkan Bahwa:

“Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.

 

Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi Berdasarkan Ketentuan Pasal 4 Ayat 1-3  Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Prosedur Mediasi di dalam Pengadilan yang menerangkan bahwa:

  1. Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
  2. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Meliputi:
  1. sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
  1. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga
  2. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur
  3. Pengadilan Hubungan Industrial
  4. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas
  5. Persaingan Usaha
  6. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
  7. Sengketa Konsumen
  8. Permohonan pembatalan putusan arbitrase
  9. Keberatan atas putusan Komisi Informasi
  10. Penyelesaian perselisihan partai politik
  11. Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana
  12. Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
  1. sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut
  2. gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi)
  3. sengketa mengenai pencegahan, penolakan,pembatalan dan pengesahan perkawinan
  4. sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.
  1. Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan salinan sah Sertifikat Mediator dilampirkan dalam surat gugatan.
  2. Berdasarkan kesepakatan Para Pihak, sengketa yang dikecualikan kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf e tetap dapat diselesaikan melalui Mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum.

 

Apabila dalam mediasi tersebut gagal dan tidak menemukan titik temu, maka majelis hakim akan melanjutkan persidangan sesuai prosedur Hukum Acara Perdata., namun sebaliknya apabila dalam proses mediasi tersebut berhasil dan kedua belah pihak menyepakati untuk berdamai maka majelis hakim akan membuatkan Akta Perdamaian (Akta Vandading), isi dari Akta perdamaian tersebut berisikan butir-butir kesepakatan kedua belah pihak. Dan persidangan tidak akan dilanjutkan. Dan Akta Perdamaian (Akta Vandading ) bersifat berkekuatan Hukum Tetap.

 

KESIMPULAN

  1. Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebelum penyelesaian sengketa secara Litigasi (pengadilan), sebaiknya sengketa tersebut diselesaikan terlebih dahulu Secara Non Litigasi.
  2. Walaupun sengketa sudah didaftarkan di Pengadilan setempat, Majelis hakim terlebih dahulu akan menganjurkan kedua belah pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi di dalam pengadilan.
  3. Upaya penyelesaian sengketa mediasi hanya dipergunakan untuk sengketa hukum perdata.

 

SUMBER

  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
  2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
  3. Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

 

 

PENULIS : ADV.CHYNTYA.S.H