PENINJAUAN KEMBALI (PK)
PENINJAUAN KEMBALI (PK)
Dalam hukum dikenal dengan adanya Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang mana dalam Asas ini mengandung arti bahwasanya seorang terdakwa masih dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan tingkat pertama yang bersifat memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).
Namun bagaimana apabila dalam putusan pengadilan tingkat pertama yang memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), dalam Amar putusan tersebut seorang terpidana di vonis bersalah atas suatu kejahatan tersebut. Dan nyatanya seorang terpidana tersebut tidak lah melakukan suatu pebuatan yang disangkakan dalam putusan tersebut? Apa yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana tersebut?
Seorang terdakwa yang secara nyata di vonis bersalah karena telah melakukan suatu kejahatan, namun seorang tersebut menyakini bahwa dirinya tidak melakukan kejahatan tersebut. Seorang terpidana tersebut dapat membuktikan bahwasnya dia tidak bersalah melalui Pengajuan Peninjauan Kembali (PK).
Peninjauan Kembali (PK) Adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang telah di vonis Bersalah) telah melakukan suatu kejahatan tertentu atau dalam suatu kasus hukum tertentu dan biasanya kasus hukum tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde). Peninjauan kembali (PK) dapat dilakukan dalam perkara pidana maupun perdata.
Syarat dapat dilakukannya Peninjauan Kembali (PK), yakni terpidana harus memiliki alas an materill yakni Novum yang memiliki arti “keadaan baru”, yang tertera dalam Pasal 263 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang menerangkan bahwa Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
- Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang berlangsung,hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari tuntuntan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
- Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu bukti,akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan telah terbukti itu,ternyata bertentangan satu dengan yang lain.
- Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suat kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata.
Dalam hal Novum harus lah bukti atau saksi yang belum pernah dihadirkan dan di uji kebenarannya di dalam persidangan, novum (bukti baru) dalam perkara Pidana yakni “Saksi dan Surat” sedangkan dalam perkara perdata yakni “Surat” hal ini didasarkan Pada Pasal 67 Huruf (a) (b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang menerangkan bahwa Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
DASAR HUKUM
- Dasar Hukum Peninjauan Kembali (PK) diatur dalam Aturan Tambahan pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang Tertuang dalam bentuk Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Nomor. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983. Aturan tersebut memperbolehkan terpidana pada suatu kasus hukum tertentu, yang mana dalam upaya mengajukan kasasi dapat dikuasakan kepada penasihat hukum (Advokat). Dan Berdasarkan hal tersebut disebut diatas maka Mahkamah Agung menggunakan dasar yang sama untuk diterapkan dalam syarat permohonan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
- Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung Yang Menerangkan bahwa: “Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimintakan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan yang diatur Undang-undang”.
- Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap tertera dalam Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung Yang menerangkan Bahwa :
- Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali
- Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
- Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
TENGGANG WAKTU PENGAJUAN PENI JAUAN KEMBALI (PK)
Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali tertera dalam Pasal 68 yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk :
- Yang disebut pada huruf (a) sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara
- Yang disebut pada huruf (b) sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang
- Yang disebut pada huruf (c), (d), dan (f) sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara
- Yang tersebut pada huruf (e) sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
ISI DARI PASAL 67
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
- Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
- Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut
- Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
- Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata
PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI (PK)
Berdasarkan ketentuan Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) Pidana yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yaitu:
- Terpidana
- Ahli Waris
- Kuasa Hukum (Penasihat Hukum), Apabila terpidana memberikan kuasa kepada penasihat hukum.
Adapun Ketentuan Lain dalam Ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yaitu:
- Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
- Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Permintaan Permohonan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) diajukan kepada Mahkamah Agung (MA) hal ini tertera dalam ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang menerangkan bahwa :
- Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan
- Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir.
Sedangkan Berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, menyangkut tata pemeriksaannya Perkara Pidana tetap menggunakan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.
“Dalam pemeriksaan permohonan peninjauan kembali putusan perkara pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap digunakan acara peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana”.
SUMBER :
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Buku : Harahap, Muhammad Yahya (2000). "Upaya Hukum Luar Biasa". Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika. ISBN 979-8767-72-1.
PENULIS : CHYNTIA, S.H.