PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI SETELAH PERCERAIAN


PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI SETELAH PERCERAIAN

PEMBAGIAN HARTA GONO-GINI SETELAH PERCERAIAN

Apakah itu Harta Gono-Gini?

Harta gono gini adalah harta benda yang diperoleh baik oleh suami atau istri atau keduanya selama masa pernikahan. Harta ini bisa berupa uang, barang, tanah, bangunan, kendaraan, saham, atau harta lainnya yang memiliki nilai ekonomis.

Harta gono gini berbeda dengan harta bawaan dan harta masing-masing. Harta bawaan adalah harta yang sudah dimiliki oleh suami atau istri sebelum menikah. Harta masing-masing adalah harta yang diperoleh oleh suami atau istri sebagai hadiah atau warisan. Harta bawaan dan harta masing-masing tidak termasuk dalam harta bersama dan tetap menjadi milik pribadi masing-masing pihak.

Perlu diketahui bahwa istilah ‘harta gono-gini’ ini tidak dikenal dalam hukum. Namun, jika merujuk pada definisi di atas, harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga dikenal dalam hukum dengan istilah harta bersama. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan  yang menerangkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Lebih lanjut, dalam praktiknya, harta gono gini dibahas dalam hal terjadi perceraian. Merujuk pada Penjelasan Pasal 35 Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, diterangkan bahwa apabila perkawinan putus, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.

Ragam Harta dalam Perkawinan

Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, apakah harta gono-gini mencakup seluruh harta yang dimiliki setelah perkawinan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengenal dua ragam harta dalam perkawinan, yakni:

  1. Harta bersama: harta yang diperoleh selama perkawinan, yang dikenal pula dengan istilah harta gono-gini;
  2. Harta bawaan masing-masing suami istri: meliputi harta yang diperoleh sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan.

Sedangkan mengenai harta gono-gini dalam Islam, dilihat dari asal-usulnya, Sayuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam (hal. 83), membedakan harta suami istri menjadi:

  1. Harta bawaan, yaitu harta suami istri yang telah dimiliki sebelum kawin, baik berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka sendiri-sendiri.
  2. Harta masing-masing suami istri yang dimiliki setelah perkawinan, yaitu yang diperoleh dari hibah, wasiat, atau warisan untuk masing-masing, bukan atas usaha mereka.
  3. Harta pencaharian, yakni harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka.

Jika merujuk dari penjelasan tersebut di atas, yang termasuk ke dalam harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan, tetapi tidak termasuk harta yang diperoleh masing-masing sebagai harta pribadi, seperti misalnya hadiah dan warisan.

Dengan demikian, dalam hal suami atau istri memperoleh hadiah dan warisan selama perkawinan berlangsung, maka itu bukan termasuk harta bersama, melainkan harta pribadi masing-masing suami atau istri.

Jadi, harta gono-gini atau harta bersama tidak selalu mencakup seluruh harta yang dimiliki selama perkawinan, melainkan hanya terbatas pada harta yang diperoleh atas usaha/pencaharian suami atau istri selama perkawinan, tidak termasuk hadiah atau warisan yang diperoleh masing-masing.

Harta Gono-Gini setelah Perceraian

Jika terjadi perceraian, harta bersama haruslah dibagi antara suami dan istri sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 yang menerangkan ketentuan bahwa:

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri.

Dengan demikian, harta gono-gini setelah bercerai wajib dibagi sama rata antara suami istri, baik yang sifatnya piutang maupun utang. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa ketentuan harta gono-gini ini tidak berlaku dalam hal suami dan istri telah memperjanjikan pisah harta dalam sebuah perjanjian perkawinan.

SUMBER : Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan