MAHKAMAH KONSTITUSI


MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI

 

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah satu lembaga yudikatif negara, selain Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). MK berkaitan dengan tegaknya konstitusi dalam kehidupan bernegara.

Fungsi Mahkamah Konstitusi

Dikutip dari situs mkri.go.id, fungsi Mahkamah Konstitusi adalah menjaga konstitusi demi tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Dalam praktiknya, Mahkamah Konstitusi berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab. MK juga menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan mencegah adanya tafsir ganda terhadap konstitusi.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam situs MK, menjelaskan bahwa fungsi Mahkamah Konstitusi adalah untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi. MK dianggap sebagai penjaga gawang konstitusi agar tidak terjadi persoalan terkait norma dari sebuah undang-undang.

Kedudukan dan Kewenangan MK

Kedudukan dan kewenangan MK diatur dalam UU no 24 tahun 2003. Adapun kedudukan Mahkamah Konstitusi adalah sebagai salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Sementara kewenangan Mahkamah Konstitusi ada empat sesuai yang diatur dalam UUD 1945. MK berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk beberapa hal di bawah ini:

  1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
  2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
  3. Memutus pembubaran partai politik.
  4. Memutus perselisihan tentang hasil pemungutan suara dalam Pemilu.

Kewajiban MK

Selain kedudukan dan kewenangan, MK juga memiliki kewajiban. MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai UUD.

Pelanggaran yang mungkin dilakukan telah disebutkan dan diatur dalam Pasal 7A UUD 1945, antara lain melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, melakukan korupsi, suap, tindak pidana lainnya, perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.