Keterangan Saksi Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana
Keterangan Saksi Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana
Dalam penyelesaian suatu perkara pidana dibutuhkan sesuatu yang bisa memberikan kepastian sehingga fakta-fakta yang sesungguhnya dapat ditemukan. Setelah ditemukannya fakta maka hakim dapat menjatuhkan pidana yang sesuai dengan Tindak Pidana yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Agar kepastian dan fakta tersebut ditemukan maka hakim membutuhkan alat bukti.
Dalam Pasal 184 ayat (1)KUHAP (Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana) memuat bahwa “(1) Alat bukti yang sah ialah :
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk;
- keterangan terdakwa.”
Pada Pasal 1 angka 26 KUHAP memuat bahwa
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
yang diperluas oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu
“Menyatakan Pasal 1 angka 26 …. orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri“
Adapun penjelasan mengenai keterangan saksi sebagai alat bukti adalah:
Pasal 185 KUHAP memuat:
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan
Seorang saksi pasti sudah pernah menceritakan kesaksiannya kepada orang lain, contohnya ketika saksi menceritakan kronologi yang dia ketahui kepada pihak penyidik. Namun apapun yang sudah diceritakan oleh saksi tetaplah yang dijadikan alat bukti adalah kesaksiannya ketika dalam persidangan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
Hal tersebut sesuai dengan suatu asas yaitu unus testis nullus testis yang artinya satu orang saksi bukanlah saksi. Jika misalnya hanya terdapat satu alat bukti dan alat bukti tersebut adalah saksi maka saksi yang hadir dimuka persidangan harus minimal dua orang.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa alat bukti ada 5, jika alat bukti hanya saksi maka saksi harus minimal dua orang, jika hanya ada satu saksi maka harus ada satu alat bukti lainnya yang dapat mendukung kebenarannya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanyasuatu kejadian atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
- persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
- persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
- alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
- cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 76 KUHAP yang memuat
1.Dalam hal yang berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini diharuskan adanya pengambilan sumpah atau janji, maka untuk keperluan tersebut dipakai peraturan perundang-undangan tentang sumpah atau janji yang berlaku, baik mengenai isinya maupun mengenai tata caranya.
2.Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) tidak dipenuhi, maka sumpah atau janji tersebut batal menurut hukum.
Serta Pasal 160 ayat (3) KUHAP yang memuat:
“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”
Namun jika ada saksi yang tidak disumpah maka kesaksiannya tidak dianggap sebagai alat bukti kecuali jika keterangan saksi yang tidak di sumpah itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang di sumpah untuk kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti tambahan
Bisa saja saksi (yang sudah memberikan keterangan kepada penyidik) tidak menghadiri persidangan hal tersebut sesuai dengan Pasal 162 KUHAP yaitu :
- Saksi meninggal dunia
- Adanya halangan yang sah
- Tempat tinggal atau tempat kediaman yang jauh
- Sebab yang berhubungan dengan kepentingan negara
Jika point 1-4 merupakan alasan saksi tidak hadir, maka kesaksian saksi kepada penyidik dianggap sudah dibacakan di persidangan sehingga kesaksian tersebut dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Jika saksi tidak hadir dengan alasan diluar dari point tersebut maka persidagan akan ditunda.
SUMBER : KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)