JAMINAN FIDUSIA
JAMINAN FIDUSIA
Apa Itu Fidusia ?
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Fidusia berasal dari bahasa Rowawi, yaitu fides yang berarti kepercayaan. Istilah fidusia juga diambil dari bahasa Belanda, Fiduciare Eigendom Overdracht dan Bahasa Inggris, Fiduciary Transfer of Ownership yang memiliki arti penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan.
Di dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, terdapat pihak-pihak yang disebut sebagai Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia dengan makna sebagai berikut:
- Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
- Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.
Dalam praktik fidusia, pemilik barang hanya menyerahkan kepemilikan pada pihak lain, tetapi penguasaannya tetap ia miliki. Oleh karena itu terdapat juga istilah Jaminan Fidusia di mana penyerahan kepemilikan ini juga disertai dengan pemberian jaminan kepada pihak lain.
Jaminan Fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, berdasarkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Sertifikat Jaminan Fidusia
Pembuatan Sertifikat Fidusia merupakan salah satu hal yang penting dilakukan dalam hal jaminan Fidusia. Anda hanya perlu ke kantor pendaftaran Fidusia untuk mendaftarkan jaminan Fidusia dan diresmikan oleh Notaris. Sertifikat inilah yang akan mengatur pengalihan hak kepemilikan objek atas dasar kepercayaan antara pihak kreditur dan debitur.
Setelah dibuat oleh Notaris, sertifikat ini akan didaftarkan ke perusahaan fidusia dan salinannya akan diberikan kepada pihak debitur. Sertifikat Fidusia memberikan kekuatan hak eksekutorial untuk mencabut Objek Fidusia tanpa melalui Putusan Pengadilan jika pihak debitur melakukan pelanggaran dalam perjanjiannya.
Hak Eksekusi Fidusia
Apabila berada dalam suatu kondisi di mana pembayaran terhadap peminjaman mengalami kemacetan, maka pemberi pinjaman umumnya akan menggunakan haknya untuk mengambil kepemilikan barang. Namun, perlu diketahui bahwa eksekusi pengambilan kepemilikan tidak dapat dilakukan dengan sembarangan dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Pihak yang meminjamkan harus melakukan beberapa tahapan atau prosedur terlebih dahulu sebelum dapat melakukan eksekusi, yakni dimulai dengan memberikan peringatan, apabila peringatan tersebut tidak direspon, maka surat peringatan berikutnya dapat dikirimkan.
Jika surat peringatan kedua masih dihiraukan atau tidak dibalas, barulah pihak pemberi pinjaman dapat mengirimkan surat kuasa eksekusi. Saat melakukan eksekusi, pihak yang meminjamkan juga harus membawa bukti surat peringatan, surat kuasa eksekusi, serta sertifikat fidusia agar mencegah terjadinya kesalahpahaman.
Tugas Pemegang Fidusia
Pihak yang memegang fidusia harus memiliki tanggung jawab dan tugas yang bersifat etis serta legal. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Pihak yang dengan sengaja menerima kewajiban fidusia atas nama pihak lainnya, maka wajib bertanggung jawab untuk bertindak dan mengelola aset sesuai dengan kepentingan pemilik.
- Memastikan tidak ada masalah atau konflik kepentingan yang muncul di antara pemegang fidusia dan pemilik aset.
- Sesuai dengan aturan hukumnya, pemegang fidusia wajib memberitahu kondisi asli dari aset yang dijual kepada calon pembeli, serta tidak akan mendapatkan keuntungan dari penjualan aset tersebut.
- Akta fidusia tetap berguna meskipun pemilik aset meninggal dunia, terutama apabila asetnya merupakan bagian dari perkebunan atau hal lainnya yang membutuhkan pengelolaan serta pengawasan.
Objek Jaminan Fidusia
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia mengatakan :
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan”
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak, dan benda tetap (tidak bergerak) khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Konsep benda bergerak dan benda tidak bergerak di sini merujuk pada konsep benda dalam KUHPerdata, mengingat merupakan perundang-undangan nasional yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang Indonesia sendiri dan setelah lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok dan Dasar-dasar Agraria.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok dan Dasar-dasar Agraria menganut prinsip hukum adat, di mana dalam prinsip hukum adat benda dibedakan antara tanah dan bukan tanah. Sedangkan pembedaan benda sebagai benda bergerak dan benda tetap prinsipnya adalah pembedaan yang dikenal dalam sistem hukum barat (Pasal 504 KUHPerdata).
Objek dari jaminan fidusia berdasarkan adalah seluruh benda bergerak, serta bangunan (yang oleh Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dianggap sebagai benda tidak bergerak) yang tidak dapat dijadikan objek Hak Tanggungan. Mestinya di sini Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menganut konsep kebendaan berdasarkan KUHPerdata. Hal ini nampak dari digunakannya istilah “benda bergerak dan benda tidak bergerak”, lalu lembaga jaminan fidusia itu sendiri awalnya merupakan lembaga jaminan yang berlaku bagi golongan masyarakat yang terhadapnya berlaku ketentuan hukum perdata barat (BW atau KUHPerdata). Selain itu, dalam ketentuan penjelasan Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Fidusia disebutkan : “Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lainnya.”
SUMBER : Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok dan Dasar-dasar Agraria