HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA


HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA

HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA



 

Hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 UUPA ada beberapa macam yaitu:

  1. Hak Milik;
  2. Hak Guna Usaha;
  3. Hak Guna Bangunan;
  4. Hak Pakai;
  5. Hak Sewa;
  6. Hak Membuka Tanah;
  7. Hak memungut hasil hutan;
  8. Hak-hak lain yang bersifat sementara yang diatur dalam pasal 53 yakni hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian. (pasal 16 ayat (1). Selain hak-hak atas tanah masih ada hak-hak atas air dan ruang angkasa (pasal 16 ayat 2 UUPA) yakni:
    • (a). hak guna air;
    • (b).hak pemeliharaan dan penangkapan ikan, dan
    • (c). hak guna ruang angkasa.

Hak atas tanah yang bersifat sementara, dimaksudkan dalam waktu tertentu atau tidak lama lagi hak-hak ini harus hapus atau lenyap dari hukum pertanahan nasional karena hak atas tanah yang bersifat sementara sangat merugikan petani ekonomi lemah (petani gurem).


Dalam pengusahaan tanah pertanian tidak boleh terjadi adanya penindasan dan pemerasan yang merugikan para petani pemilik tanah (petani ekonomi lemah/petani gurem).


1. Hak Milik

Hak Milik atas Tanah diatur dalam pasal 20 s/d. pasal 27 UUPA. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6 (berfungsi sosial).


Hak milik dapat beralih dan dialihkan (Pasal 20).

Yang dapat mempunyai tanah hak milik yaitu:

  1. Warga Negara Indonesia (perorangan);
  2. Badan Hukum Indonesia yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963. (yakni: Bank-bank yang didirikan oleh negara, Koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan UU. No. 79 Tahun 1958, Badan-badan keagamaan, dan Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional setelah mendengar dari Menteri yang berkepentingan). (Pasal 21).

Terjadinya hak milik karena:

  • a. Peralihan hak (dialihkan), dan beralih karena pewarisan (Pasal 20 ayat 2);
  • b. Menurut hukum adat (berdasarkan Peraturan Pemerintah);
  • c. Penetapan pemerintah;
  • d. Ketentuan Undang-undang yakni berdasarkan ketentuan konversi (Pasal 22).

Hapusnya Hak Milik dikarenakan oleh:

  • a. Pencabutan hak oleh negara berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961;
  • b. Penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya;
  • c. Diterlantarkan;
  • d. Tanahnya musnah;
  • e. Pemiliknya kehilangan kwarga negaraan Indonesia (Pasal 27 UUPA).

2. Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha diatur dalam pasal 28 s/d. pasal 34 UUPA jo. pasal 2 s/d. pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.


Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu yang ditentukan guna untuk perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.


Luasnya tanah yang bisa diberikan hak guna usaha paling sedikit 5 hektar, dan jika luasnya 25 hektar atau lebih pemegang hak guna usaha harus mempunyai investasi penanaman modal.

Lamanya pemegang hak guna usaha paling lama 25 tahun, dan untuk perusahaan yang membutuhkan waktu lama dapat diberikan jangka waktu 35 tahun, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang 25 tahun.

 

Yang dapat mempunyai hak guna usaha ialah:

  1. Warga Negara Indonesia;
  2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (Pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 P.P. No. 40 Tahun 1996).

Terjadinya Hak Guna Usaha karena:

  1. Beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan Hak Guna Usaha terjadi dengan cara: jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan (Pasal 28 ayat 3 jo. Pasal 16 P.P. No.40 Tahun 1996);
  2. Penetapan Pemerintah (Pasal 31 UUPA).

Hapusnya Hak Guna Usaha karena:

  1. Berakhir jangka waktunya;
  2. Diberhentikan/dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum waktunya;
  3. Dilepas secara sukarela oleh pemegangnya sebelum waktunya berakhir;
  4. Dicabut untuk kepentingan umum berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961;
  5. Diterlantarkan;
  6. Tanahnya musnah;
  7. Kehilangan syarat sebagai pemegang hak guna usaha (Pasal 34 UUPA jo. Pasal 17 P.P. No. 40 Tahun 1996).

3. Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 35 s/d. pasal 40 UUPA jo. pasal 19 s/d. pasal 38 P.P. No. 40 Tahun 1996. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang 20 tahun. (Pasal 35 UUPA). Yang dapat mempunyai hak guna bangunan:

  1. Warga negara Indonesia
  2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 P.P.No. 40 Tahun 1996).

Terjadinya Hak Guna Bangunan karena:

  • a. Beralih dan dialihkan; Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena: jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan (Pasal 35 ayat 2 jo. Pasal 34 P.P. No. 40 Tahun 1996);
  • b. Penatapan Pemerintah (Keputusan Menteri atau pejabat yang berwenang bagi tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Pasal 37 a UUPA jo. Pasal 22 ayat 1 P.P.No. 40 Tahun 1996);
  • c. Perjanjian yang berbentuk otentik (bagi tanah hak milik), antara pemilik tanah dengan pihak yang memperoleh hak guna bangunan;
  • d. Dengan Keputusan Menteri atau pejabat yang berwenang untuk tanah Hak Pengelolaan. (Pasal 22 ayat 2  P.P.No. 40 Tahun 1996).

Hak Guna Bangunan hapus karena:

  1. Jangka waktunya berakhir;
  2. Dihentikan/dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum waktunya;
  3. Dilepaskan oleh pemegangnya sebelum waktunya berakhir;
  4. Dicabut untuk kepentingan umum berdasarkan UU. No. 20 Tahun 1961;
  5. Diterlantarkan;
  6. Tanahnya musnah;
  7. Kehilangan sebagai pemegang hak guna bangunan (Pasal 40 UUPA jo. Pasal 20 ayat 2 P.P. No. 40 Tahun 1996).

4. Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau milik orang lain dengan jangka waktu tidak tertentu (Pasal 41 UUPA).


Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, hak pakai dapat diberikan paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya masih dipergunakan.
Hak pakai atas tanah hak milik diberikan paling lama 20 tahun (Pasal 49 PP. No. 40 Tahun 1996).
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:

  1. Warga negara Indonesia.
  2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
  3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
  4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (pasal 42 UUPA). Oleh pasal 39 P.P. No. 4 Tahun 1996 disebutkan tentang subyek hak pakai antara lain:
    • Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen dan Pemerintah Daerah;
    • Badan-badan keagamaan dan sosial;
    • Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Peralihan Hak Pakai menurut Pasal 43 UUPA jo. Pasal 54 P.P. No. 40 Tahun 1996 ditentukan sebagai berikut:

a. Hak Pakai atas tanah Hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain;

b. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik;

c. Peralihan Hak Pakai terjadi karena: jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan.

Hapusnya Hak Pakai diatur dalam pasal 55 P.P. No. 40 Tahun 1996, antara lain karena:
Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian hak pakai, atau dalam perjanjiannya;

  1. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, atau oleh pemiliknya bagi tanah hak milik;
  2. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegangnya;
  3. Dicabut berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 1961;
  4. Diterlantarkan;
  5. Tanahnya musnah;
  6. Pemegang Hak Pakai tidak  memenuhi syarat sebagai subyek (pemegang) hak pakai (Pasal 40 ayat 2 P.P. No. 40 Tahun 1996).

5. Hak Sewa

Hak Sewa adalah hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sewa kepada pemiliknya (Pasal 44 UUPA).

Yang dapat mempunyai hak sewa adalah:

  1. Warga negara Indonesia.
  • Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
  1. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
  2. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (Pasal 45 UUPA).

6. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan

Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan adalah berasal dari Hukum Adat sehubungan dengan adanya hak ulayat. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 46 UUPA).


Hak-hak tersebut diatur oleh Undang-undang tersendiri. Untuk ketentuan pemungutan hasil hutan diatur oleh UU. No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, sedangkan hak membuka tanah diatur dengan Undang-undang yang lain.

7. Hak-hak Yang Bersifat Sementara

Hak-hak yang bersifat sementara adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 53 UUPA, Hak atas tanah yang bersifat sementara ini sangat merugikan pemilik tanah gadai dan penggarap tanah.
Hak atas tanah yang bersifat sementara ini antara lain:

  1. Hak Gadai;
  2. Hak Usaha Bagi Hasil;
  3. Hak Menumpang Karang;
  4. Hak Sewa Tanah Pertanian.

Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara ini, hanya bersifat sementara karena dalam waktu yang tidak lama diharapkan atau harus dihapuskan atau dilenyapkan dari hukum pertanahan atau hukum agraria nasional. Sebab hak-hak ini sangat merugikan para petani ekonomi lemah, dan dikuatirkan terjadi penindasan atau pemerasan antara pemilik tanah dan penggarap atau penyewa tanah.

SUMBER : UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA