AKTA INBRENG
AKTA INBRENG
Transaksi inbreng adalah transaksi yang memasukkan aset non tunai seperti tanah dari para pemegang saham untuk dijadikan modal perusahaan. Ketentuan yang mengatur mengenai penyetoran modal saham dalam bentuk Inbreng adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas “UU PT”.
Perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan mengacu pada modal PT yang terdiri dari kepemilikan atau saham, sedangkan kata terbatas mengacu pada kewajiban pemegang saham yang besarnya hanya sebatas nilai nominal saham yang dimilikinya.
Jenis Modal dalam Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan tentang 3 jenis modal yang berbeda, yaitu:
Modal Dasar (Authorized Capital)
Modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebutkan dalam Anggaran Dasar. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT bahwa modal dasar perseroan terdiri dari seluruh nominal saham.
Modal yang Ditempatkan (Issued Capital)
Modal yang ditempatkan adalah saham yang telah diambil dan benar-benar telah dijual, baik kepada pendiri PT maupun pada pemegang saham perseroan. Para pendiri telah bersepakat untuk mengambil bagian tertentu dari saham perseroan, dan oleh karena itu para pendiri perseroan tersebut mempunyai kewajiban untuk membayar atau menyetorkannya kepada perseroan.
Modal yang Disetor (Paid-up Capital)
Modal yang disetor adalah bagian dari modal yang ditempatkan atau diambil bagian oleh para pendiri (sebelum perseroan berbadan hukum) atau para pemegang saham (setelah perseroan berbadan hukum) yang disetor oleh para pendiri atau pemegang saham kepada perseroan terbatas.
Pasal 34 ayat 1 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa penyetoran modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lain. Pada umumnya penyetoran saham berupa uang. Namun, UUPT juga mengakomodir titipan saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang, yang disebut dengan Inbreng.
Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (Inbreng) tersebut harus disertai perincian yang menjelaskan nilai atau harga, jenis, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi menentukan besaran nilai saham yang nanti akan diperoleh penyetor tersebut.
Tata Cara Inbreng
Sebelum dilakukan Inbreng, calon pemegang saham harus mengevaluasi nilai kekayaannya berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 2. Hasil penilaian akan dikonversikan dalam bentuk permodalan. Setelah penilaian, para pihak akan membayar pajak untuk tindakan tersebut.
Jika PT belum berdiri, penyertaan modal dapat dilakukan bersamaan dengan berdirinya PT, sedangkan berdasarkan pasal 41 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, apabila prosedur inbreng dilakukan pada saat PT telah beroperasi, maka Rapat Pemegang Saham (RUPS) diperlakukan terlebih dahulu.
Penyetoran modal ini akan mengakibatkan perubahan persentase kepemilikan saham. Berdasarkan Pasal 42 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, penyetoran harus dicantumkan dalam Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan, dan diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatat dalam daftar perusahaan.
Dalam Pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, disebutkan bahwa modal yang disetor dalam bentuk Inbreng tersebut akan ditentukan menurut nilai pasar. Jika nilai pasar tidak tersedia, nilai wajar ditentukan berdasarkan teknik yang paling sesuai dengan karakteristik yang ditentukan, berdasarkan informasi terbaik dan paling relevan.
Sedangkan penerapan “ahli tidak terafiliasi” dengan Perusahaan adalah tenaga ahli yang:
- Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan karyawan, anggota dewan, dewan komisaris, atau pemegang saham Perseroan
- Tidak mempunyai hubungan dengan Perseroan karena adanya persamaan atau perbedaan antara anggota dewan atau dewan komisaris
- Tidak mempunyai hubungan pengendalian dengan Perseroan, baik langsung maupun tidak langsung
- Tidak memiliki hubungan kepemilikan saham dalam Perseroan sebesar 20% atau lebih
Jika penyetoran saham dalam bentuk lain (Inbreng) terdiri atas benda yang tidak bergerak/ immovable property, maka pembayarannya menurut Pasal 34 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah:
- Harus diumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar,
- Pengumuman dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Akta Pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan untuk menyetorkan saham.
- Penjelasan pasal yang diumumkan dilakukan untuk memenuhi asas publisitas, yaitu agar diketahui masyarakat dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas penyetoran benda sebagai modal saham.
Jika penyetoran saham dalam bentuk lain (Inbreng) yang dititipkan berupa tanah, dokumen yang digunakan adalah Akta Pendapatan Dalam Negeri (APDP). Dengan ditandatanganinya APDP sejak tanah tersebut menjadi milik PT, maka akta tersebut tetap harus dilaporkan kepada kantor pertanahan setempat untuk mendaftarkan kepemilikannya. Demikian pula saham yang diperoleh dari penghasilan harus dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk didaftarkan kepemilikannya.
Prosedur Melakukan Inbreng
Jika yang disetorkan dalam Inbreng termasuk mobil dan harta benda pribadi lainnya, maka penyetor harus melepaskan kepemilikan harta benda tersebut untuk sepenuhnya menjadi kekayaan PT. Untuk proses penyetoran modal dalam bentuk harta, apabila tidak dilakukan pada saat pendirian PT, maka anggaran dasar harus diubah dan perubahan susunan kepemilikan saham pada PT.
Penambahan modal menyebabkan persentase kepemilikan saham berubah, maka dari itu hal tersebut harus dimasukkan dalam akta perubahan anggaran dasar, dan hal ini harus diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dicatat dalam daftar perusahaan.
Berdasarkan Pasal 21 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Notaris berwenang untuk membuat surat tersebut, tetapi bukan Akta Kekayaan Perusahaan, tetapi Akta Perubahan Anggaran Dasar tentang penambahan modal yang telah disetujui. dalam RUPS, maka Notaris akan memberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan ketentuan bahwa badan usaha yang didirikan tersebut telah memperoleh status sebagai badan hukum Perseroan Terbatas.
Jika prosesnya masih dalam proses pengesahan, anda dapat menanyakan kepada Notaris tentang proses pendaftaran yang telah dilakukan di Sistem Administrasi Badan Hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika proses tersebut sudah dalam posisi Tidak Keberatan, sebaiknya menunggu Keputusan Menteri diterbitkan, kemudian akan diselenggarakan RUPS untuk mengubah anggaran dasar dan melaksanakan inbreng atas kekayaan yang bersangkutan.
Karena jika dilakukan di tengah jalan akan menghambat proses tersebut. Namun apabila masih dalam proses pemasukan data, dapat dilakukan permohonan akta perubahan/perbaikan yang mengubah setoran modal tersebut.
Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Inbreng
Penanam modal Inbreng mempunyai kewajiban dalam menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Untuk penyetoran modal berupa tanah dan bangunan, besarnya modal yang disetor tersebut akan dihitung berdasarkan nilai pasar dari tanah atau bangunan yang diserahkan sebagai asset perusahaan.
- Penyetoran modal berupa harta kekayaan ini disamakan dengan hak atas tanah dengan mekanisme jual beli, sehingga pemilik tanah yang menyerahkan tanahnya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari penghasilan bruto.
- Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) ini dilakukan karena jumlah aset modal yang disetor dan diakui dalam hal ini sama dengan nilai pasar tanah dan bangunan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transaksi Inbreng yang ditinjau baik dari segi peraturan perpajakan maupun dari peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas (PT), adalah:
- Setoran untuk modal saham tidak selalu berupa uang tunai, tetapi bisa juga dalam bentuk lain, baik dalam bentuk harta kekayaan berwujud seperti tanah dan bangunan maupun yang tidak berwujud seperti hak cipta, hak paten, franchise, merek dagang, atau hak sewa.
- Dalam hal inbreng, penilaian modal yang akan disetor didasarkan pada nilai wajar dari harga pasar atau nilai yang ditentukan oleh penilaian.
- Penyetoran berupa harta kekayaan seperti tanah harus diumumkan dalam 1 atau lebih surat kabar dalam jangka waktu 14 hari setelah (Rapat Umum Pemegang Saham) RUPS mengumumkan penyetoran saham tersebut.
- Pada dasarnya, proses pemberlakuan pajak peralihan hak atas tanah dengan metode Inbreng sama dengan peralihan hak atas tanah dalam mekanisme jual beli.
- Sesuai dengan PMK Nomor : 234/PMK.03/2008, pemilik tanah yang menyerahkan tanahnya dikenakan (Pajak Penghasilan) PPh seperti jual beli pada umumnya yaitu sebesar 5%.
- Hal diatas terjadi karena pemilik tanah yang menyetorkan tanah dengan cara inbreng akan mendapat saham yang nilainya sama dengan nilai tanah yang diserahkan.
- Transaksi inbreng ini diperlukan untuk menambah atau menambah modal PT, maka dari itu perubahan anggaran dasar tersebut harus mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
- PT yang berperan sebagai penerima inbreng juga akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%.
- Setelah proses ketetapan pajak dan pembayaran selesai, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan akta di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat sesuai luas lokasi tanah tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, khususnya pasal 4 ayat (3) huruf c, penerimaan setoran modal oleh perusahaan dari pemegang sahamnya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang diatur berdasarkan PMK Nomor: 234/PMK.03/2008 Pasal 2B, pemungutan Pajak Penghasilan memiliki beberapa pengecualian, yaitu:
- Yang
dikecualian dari kewajiban membayar atau memungut Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 2 ayat 1 adalah:
- Perseorangan yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang terbagi.
- Perseorangan atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan yang digunakan sebagai kepentingan umum, yang nantinya tetap akan memerlukan persyaratan khusus.
- Perseorangan yang mengalihkan tanah atau bangunan dengan cara hibah kepada saudara sedarah dalam garis lurus satu derajat, badan keagamaan, lembaga pendidikan, lembaga kemasyarakatan termasuk yayasan, koperasi atau orang perseorangan yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Sepanjang hibah tersebut tidak berkaitan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- Badan yang mengalihkan tanah atau bangunan dengan cara hibah kepada lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, lembaga sosial termasuk yayasan koperasi atau perseorangan yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Selama hibah tidak terkait dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
- Peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pewarisan.
- Yang
dikecualikan dari kewajiban membayar atau memungut Pajak Penghasilan (PPh)
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah peralihan hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan yang bukan subjek pajak. Dari pasal
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa:
- Transaksi inbreng dapat mengakibatkan kewajiban pemungutan pajak bagi subjek pajak.
- Berdasarkan PMK.234/PJ.03/2008 tentang transaksi pengalihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam inbreng, subjek pajak baik orang pribadi maupun badan yang mengalihkan hak atas tanah, wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari nilai transfer.
- Ada pendapat yang berbeda bahwa pihak yang mengalihkan hak atas tanah tidak wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari nilai transfer, selama nilai tanah yang dialihkan tersebut modal dalam perusahaan sama dengan nilai modal yang dicatat dalam laporan keuangan perusahaan pada saat terjadinya transaksi. Menurut Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008; “keuntungan karena pengalihan harta kepada suatu perusahaan/badan lain sebagai pengganti penyertaan saham/penyertaan modal merupakan objek pajak penghasilan”. (Jika tidak ada untung pada saat Inbreng)
- Pada saat transaksi Inbreng, pemberi hibah tidak dikenakan kewajiban pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pengalihan, dan nilai transaksi Inbreng bukan merupakan objek pajak. Berdasarkan UU no. 36 Tahun 2008 khususnya Pasal 4 ayat (3) huruf c, disebutkan bahwa penerimaan modal disetor oleh suatu perseroan dari pemegang sahamnya bukan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi perseroan yang bersangkutan.
- PT sebagai penerima inbreng, dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari nilai transfer.
Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai perincian yang menjelaskan nilai atau harga, jenis atau jenis, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan tentang titipan. Untuk titipan berupa inbreng tersebut harus diubah namanya dari semula atas nama pemegang saham menjadi nama PT.
Oleh karena itu, wajib untuk mengalihkan nama saham perseroan berupa tanah SHM/SHG kepada perseroan apabila penyetoran modal berupa tanah. Selain itu, jika inbreng yang disetor termasuk mobil atau aset pribadi lainnya, hak kepemilikan properti juga dilepaskan untuk sepenuhnya menjadi aset Perusahaan.
Alat bukti yang sah atas kepemilikan hak atas tanah adalah sertifikat pembuktian hak berupa sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Pasal 19 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria jo. Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.