Aborsi Menurut Hukum Positif Indonesia
Aborsi Menurut Hukum Positif Indonesia
Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan aborsi. Aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan Abortus Provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain. Aborsi juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan sang ibu sebelum waktu yang seharusnya dalam kondisi meninggal dunia.
Hukum aborsi di Indonesia dilihat dari sudut pandang KUHP adalah tindak pidana yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana bagi siapapun yang melakukan aborsi. Namun, Undang-undang kesehatan memberikan ruang dan celah untuk dilakukannya aborsi dengan kondisi tertentu yang akan kami jelaskan sebagai berikut.
Aborsi diatur dalam Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, dan Pasal 194 UU Kesehatan. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Namun, Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan memberikan dua alasan untuk dapat dilakukannya aborsi, yaitu:
- indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
- kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Kemudian, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Pasal 76 UU Kesehatan juga menegaskan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan:
- sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
- oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan;
- dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
- dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
- penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
Lalu, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan, orang yang sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain UU Kesehatan, ketentuan mengenai aborsi juga diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026, dapat dilihat pada pasal:
KUHP |
UU 1/2023 |
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. |
Pasal 463
|
Pasal 347
|
Pasal 464
|
Pasal 348
|
|
Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. |
Pasal 465
|